Setting tahoen 1945.
atau 05, sebagaimana tercantum dalam teks asli proklamasi,
yang aku baru ngeh lagi kemarin, ketika mengikuti (dengan khidmat dong) peringatan detik-detik krusial itu kemarin.
Rakyat mendengarkan dengan khidmat, harap-harap namun bukan cemas, sesuatu yang lain yang dirasakan, bulu kuduk tidak mau kalah unjuk diri, menegaskan rasa itu. Merinding.
Soekarno pelan dan penuh ketegasan mengucapkan bait-baik teks yang disusun malam sebelumnya. Hatta dekat berdiri dibelakangnya.
Mungkin tak ada yang tahu bagaimana hari-hari berikutnya akan dilalui. Mungkin pula saat itu tak ada yang begitu memperdulikannya. Rasa haru dan bahagia terlalu dalam. Mengaburkan rasio.
Ketika teks selesai dibacakan, rasa yang terpendam pun meluap, memuncak, membuncah. Semua berteriak.
Merdeka!
---
Setting tahun 2000.
Aga lahir.
Negeri tempatnya lahir, berkubang dalam sengketa.
Sengketa berdarah antar saudara.
Mempertanyakan makna kemerdekaan.
Jika merdeka, mengapa menderita?
Jika merdeka, mengapa terkungkung?
tertekan. ditekan.
Tak bebas mencari makna hidup.
Tak bebas mengikuti langkah angin.
Terbelenggu.
Maka Aga pun Mahardika.
---
Setting tahun 2006.
Merdeka-pun mendua.
Sebagian terkekang karenanya.
Mungkin karena sadar bahwa Merdeka itu belum.
Sebagian, menari dalam setiap langkahnya.
Merasa bebas. Seperti angin. Tanpa batas.
Bebas tanpa arti. Mungkin juga tanpa isi.
Tidak sadari, bahkan angin pun mengikuti aturan-Nya.
Friday, August 18, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment